Pemutus Amal Parsial dan Temporal

Leave a Comment
Di sebuah grup medsos, seorang teman akhwat menyatakan bahwa laki-laki lebih beruntung. Bisa terus beribadah tanpa perlu jeda "libur bulanan". Tentu yang dimaksud bisa terus melakukan ibadah-ibadah yang tidak bisa dilakukan oleh seorang perempuan yang sedang haid. Setidaknya terhalang untuk menunaikan shalat, berpuasa, membaca Al-Qur'an (dengan memegang mushaf), thawaf, dan beberapa larangan lain. 

Seperti biasa, ramai tanggapannya. Ada yang serius, ada pula yang santai bahkan bercanda. Namanya juga medsos pertemanan.

Beberapa hari kemudian saya malah kepikiran betapa serius kegelisahan teman akhwat yang bertanya itu. Mengingatkan pada kegelisahan para sahabat miskin ketika mengadu kepada Rasulullah SAW. Mereka merasa ketinggalan amal dibanding dengan para sahabat kaya. Meskipun sama-sama bersemangat melakukan berbagai amal namun sahabat kaya bisa memborong pahala tambahan dengan amalan utama bersedekah dan membebaskan budak. 

Barangkali itu juga yang dirasakannya. Kegelisahan yang muncul karena semangat untuk fastabiqul khairat. Bukan karena iri. Apalagi bentuk protes akan takdirnya sebagai perempuan yang mengalami siklus menstruasi.  
Jika demikian, tidak ada salahnya untuk mencoba belajar dari solusi yang diberikan Rasulullah untuk para sahabat miskin tersebut. 

Pertama, fokus pada amal apa yang bisa dikerjakan. Para sahabat miskin itu memang tidak bisa mengerjakan amalan sedekah ataupun membebaskan budak. Akan tetapi Rasulullah memberikan amalan lain yang setara dan bisa dikerjakan tanpa modal dengan membaca tasbih, hamdalah, dan takbir masing-masing 33 kali setiap selesai shalat. Artinya, ketidakmampuan mengerjakan suatu amal bukan berarti tertutup peluang untuk melaksanakan amal lainnya yang sepadan.

Kedua, fokus pada keutamaan dan sabar menerima "kekurangan". Ketika untuk kedua kalinya para sahabat miskin itu mengadu karena amalan utama yang diajarkan Rasulullah akhirnya diketahui dan ditiru para sahabat kaya, Rasulullah mengingatkan bahwa masing-masing diberikan keutamaan dan Allah SWT memberikan karunia kepada siapa yang dikehendaki. Adakalanya apa yang tidak kita sukai justru itu ketetapan Allah yang akan memberikan hasil terbaik. Sebaliknya yang kita sukai bisa jadi malah berdampak tidak baik bagi kita. 

Saya malah kadang justru merasa iri karena sering menyaksikan muslimah yang begitu bersemangat ketika beribadah. Terlihat bersungguh-sungguh memanfaatkan waktunya untuk memperbanyak amal shalih. Barangkali hal itu dilandasi kesadaran bahwa kesempatan beramal itu bisa sewaktu-waktu terputus. Setiap bulan, para muslimah itu belajar dengan datangnya pemutus amal parsial dan temporer. Parsial karena hanya sebagian amal yang tidak bisa dikerjakan. Temporer karena hanya berlangsung beberapa hari saja. Proses berulang yang menjadikan mereka lebih sadar dan lebih siap menghadapi pemutus amal total dan permanen. Ketetapan Allah berupa ajal, yang tidak bisa ditunda ataupun dimajukan sedetik pun.

Kesadaran itulah barangkali yang menjadikan lebih optimal memanfaatkan waktu untuk beribadah. Misalnya, sering kita saksikan muslimah yang tidak melewatkan berdoa seusai adzan dikumandangkan. Betul bahwa saat itu perempuan haid tidak bisa menjalankan shalat. Akan tetapi bukankah kesempatan berdoa di waktu ijabah antara adzan dan Iqamah tidak tertutup bagi dirinya? 

Bahkan bagi seorang perempuan yang sedang haid tidak ada halangan untuk tetap bangun di sepertiga malam terakhir. Tentu saja bukan untuk melaksanakan shalat tahajud. Masih banyak amalan yang bisa dilakukan di saat Allah turun ke langit dunia. Para muslimah itu sangat yakin saat itu Allah akan mengabulkan permohonan orang yang berdoa dan memberikan ampunan bagi yang beristighfar. Tidak ada alasan untuk tidak bangun di sepertiga malam terakhir meskipun sedang haid. Bangun, bebersih diri, dan menata hati untuk memperbanyak memohon ampunan di waktu sahur dan khusyuk mendoakan kebaikan, keselamatan, dan kesuksesan untuk anak-anaknya fiddunya wal akhirah.

Begitu beruntung bagi muslimah yang mengalami proses dan belajar dari siklus pemutus amal itu. Bisa jadi, kuantitas ibadah seorang muslimah lebih sedikit tetapi lebih berkualitas karena dibarengi dengan kesadaran akan datangnya waktu terputusnya amal. 

Sungguh beruntung bagi kita yang bisa mengambil pelajaran. Lebih siap menyambut kedatangan pemutus amal, meskipun tidak tahu kapan datangnya. Pasti datang!


Depok, 7 Syawal 1445H
Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment