(Tidak ada Kata) TERLAMBAT BELAJAR AL-QUR'AN

Leave a Comment
Seringkali ketika melihat anak-anak kecil yang sudah lancar membaca Al-Qur'an, saya teringat dengan cerita kakek, mbah Sahlan Syamsulhadi. Kami lebih sering memanggilnya dengan simbah kakung atau supaya lebih ringkas malah cukup mbah kung. Kakung dalam bahasa Jawa berarti laki-laki. Sama dengan lanang, tetapi digunakan untuk menghormati orang yang lebih sepuh

Kembali ke cerita mbah kung. Kejadiannya pada suatu malam Jum'at. Eit... jangan berprasangka dulu! Ini bukan cerita horor koq

Seperti biasanya, setiap malam Jum'at mbah kung menghadiri jamaah Yasinan. Begitulah biasanya dinamakan, diambil dari kebiasaan membaca surat Yasin pada setiap kegiatannya. Meskipun sebenarnya dilanjut dengan membaca awal surat Al-Baqarah, ayat Kursi, akhir surat Al-Baqarah, dan beberapa ayat lain termasuk trio surat Qul. Tetap saja penamaan yang sering digunakan adalah pengajian Yasinan. 

Nah, ceritanya terkait dengan kemampuan anak-anak kecil jaman now yang hampir semua sudah lancar membaca Al-Qur'an. Tidak seperti dulu. Gak semua orang, bahkan yang sudah dewasa bisa membaca Al-Qur'an. Tetapi, untuk urusan kegiatan keagamaan gak kalah meriah. Salah satunya ya kebiasaan bersama-sama membaca Al-Qur'an di malam Jum'at tadi. 

Meskipun dilakukan berjamaah, sesungguhnya setiap orang membaca sendiri-sendiri. Hanya saja dilakukan dengan jahr. Seberapa kencang suara untuk membacanya, menurut selera masing-masing. Ada yang pelan mirip bisikan, ada pula yang kencang setengah berteriak. Demikian pula tempo membacanya. Ada yang secepat kereta ekspres saking sudah hapal di luar kepala, ada pula yang lambat sambil menghayati atau terbata-bata karena memang belum lancar membaca. 

Kembali lagi ke cerita mbah kung. Tokoh yang diceritakan mbah Kung kebetulan belum bisa membaca Al-Qur'an. Untungnya, di buku Yasin seringkali dilengkapi dengan transliterasi huruf latin sehingga memungkinkan melafadzkan bagi yang belum bisa membacanya.

Begitulah cara beliau membacanya. Mengeja dari transliterasi huruf latin dengan suara yang lumayan kencang. Bisa jadi banyak juga jamaah lain yang menggunakan cara yang sama. 

Lancar-lancar saja. Meskipun bagi yang paham tajwid dan makhrajul huruf ada beberapa pengucapan yang terdengar kurang pas ditelinga. Sampai kemudian, ketika membaca awal surat Al-Baqarah, di ayat 3 yang dimulai dengan lafadz ALLADZIINA beliau ucapkan dengan ALLAD-ZIINA. Sepertinya beliau tidak sepenuhnya memahami transliterasi yang digunakan di kitab Yasin yang dimiliki.

Pengucapan yang cukup keras dengan logat Jawa yang medok tak urung membuat mbah kung yang duduk disebelahnya tersenyum. Beberapa jamaah bahkan tertawa tertahan sambil meneruskan bacaan. 

Sepintas dari cerita mbah kung, bacaan beliau memang lebih terdengar sebagai "alat zina". Membuat kami yang mendengar ceritanya jadi ikut tersenyum. Gak kebayang kalau itu terjadi saat ini. Sepertinya bakal viral. 

Alih-alih memviralkan, mbah Kung justru menunggu saat berdua untuk memberikan koreksi. Untuk menjaga martabat beliau yang memang pejabat setempat. 

"Alhamdulillah, orangnya mau dinasehati dan mau belajar. Sekarang sudah lancar baca Al-Qur'an". Begitulah mbah kung menutup ceritanya. 

Tidak mudah memang orang jaman dulu belajar membaca Al-Qur'an. Lebih butuh usaha dan waktu. Berbeda dengan generasi sekarang yang hampir semuanya dapat membaca Al-Qur'an sejak kecil. Belajarnya pun dalam waktu singkat berkat inovasi metodologi pembelajaran. Inovasi cara mudah dan cepat membaca Al-Qur'an. Yang paling fenomenal tentu saja metode Iqro' yang dipakai di banyak Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA). Hasilnya, hampir semua sudah lancar membaca Al-Qur'an sebelum lulus SD. 

Kini, perkembangan inovasi pembelajaran itu bukan saja bagaimana cara membacanya. Ada juga inovasi menghapal Al-Qur'an. Maka bermunculan beberapa istilah, misalnya "Menghapal Al-Qur'an Semudah Tersenyum", "Hapal Al-Qur'an dalam 8 jam", dan sebagainya. Intinya, semua menawarkan metologi yang memudahkan mampu menghapal Al-Qur'an dalam waktu yang lebih cepat. 

Bahkan, alhamdulillah belakangan juga berkembang inovasi metode cepat memahami Al-Qur'an. Metode bagaimana cara memahami bahasa Arab secara mudah dan cepat sehingga membantu untuk mengartikan kata dan memahami makna ayat Al-Qur'an. Ada yang memperkenalkan istilah "Sekejap Faham Al-Qur'an", "60 Hari Bisa Menerjemahkan Al-Qur'an", dan lain sebagainya. 

Lebih bersyukur lagi, inovasi-inovasi pembelajaran itu bukan hanya ditujukan untuk anak-anak. Memungkinkan juga dipelajari oleh orang yang lebih tua. Hasilnya bisa jadi memang tidak dapat mencapai 100%. Barangkali karena kesibukan atau faktor usia yang menyebabkan penurunan daya serap dan daya ingat. 

Akan tetapi, seperti yang dipesankan mbah kung lewat ceritanya, tidak ada kata terlambat untuk belajar Al-Qur'an. Berapapun usia kita, apapun status sosial kita tidak perlu menjadi penghalang untuk terus belajar Al-Qur'an. 

*(Tidak ada Kata) TERLAMBAT BELAJAR AL-QUR'AN*

Seringkali ketika melihat anak-anak kecil yang sudah lancar membaca Al-Qur'an, saya teringat dengan cerita kakek saya, mbah Sahlan Syamsulhadi. Kami lebih sering memanggilnya dengan simbah kakung atau supaya lebih ringkas malah cukup mbah kung. _Kakung_ dalam bahasa Jawa berarti laki-laki. Sama dengan _lanang_, tetapi digunakan untuk menghormati orang yang lebih sepuh. 

Kembali ke cerita mbah kung. Kejadiannya pada suatu malam Jum'at. Eit... jangan berprasangka dulu! Ini bukan cerita horor koq. 

Seperti biasanya, setiap malam Jum'at mbah kung menghadiri jamaah Yasinan. Begitulah biasanya dinamakan, diambil dari kebiasaan membaca surat Yasin pada setiap kegiatannya. Meskipun sebenarnya dilanjut dengan membaca awal surat Al-Baqarah, ayat Kursi, akhir surat Al-Baqarah, dan beberapa ayat lain termasuk trio surat Qul. Tetap saja penamaan yang sering digunakan adalah pengajian Yasinan. 

Nah, ceritanya terkait dengan kemampuan anak-anak kecil jaman _now_ yang hampir semua sudah lancar membaca Al-Qur'an. Tidak seperti dulu. _Gak_ semua orang, bahkan yang sudah dewasa bisa membaca Al-Qur'an. Tetapi, untuk urusan kegiatan keagamaan gak kalah meriah. Salah satunya ya kebiasaan bersama-sama membaca Al-Qur'an di malam Jum'at tadi. 

Meskipun dilakukan berjamaah, sesungguhnya setiap orang membaca sendiri-sendiri. Hanya saja dilakukan dengan _jahr_. Seberapa kencang suara untuk membacanya, menurut selera masing-masing. Ada yang pelan mirip bisikan, ada pula yang kencang setengah berteriak. Demikian pula tempo membacanya. Ada yang secepat kereta ekspres saking sudah hapal di luar kepala, ada pula yang lambat sambil menghayati atau terbata-bata karena memang belum lancar membaca. 

Kembali lagi ke cerita mbah kung. Tokoh yang diceritakan mbah Kung kebetulan belum bisa membaca Al-Qur'an. Untungnya, di buku Yasin seringkali dilengkapi dengan transliterasi huruf latin sehingga memungkinkan melafadzkan bagi yang belum bisa membacanya.

Begitulah cara beliau membacanya. Mengeja dari transliterasi huruf latin dengan suara yang lumayan kencang. Bisa jadi banyak juga jamaah lain yang menggunakan cara yang sama. 

Lancar-lancar saja. Meskipun bagi yang paham _tajwid_ dan _makhrajul huruf_ ada beberapa pengucapan yang terdengar kurang pas ditelinga. Sampai kemudian, ketika membaca awal surat Al-Baqarah, di ayat 3 yang dimulai dengan lafadz ALLADZIINA beliau ucapkan dengan ALLAD-ZIINA. Sepertinya beliau tidak sepenuhnya memahami transliterasi yang digunakan di kitab Yasin yang dimiliki.

Pengucapan yang cukup keras dengan logat Jawa yang _medok_ tak urung membuat mbah kung yang duduk disebelahnya tersenyum. Beberapa jamaah bahkan tertawa tertahan sambil meneruskan bacaan. 

Sepintas dari cerita mbah kung, bacaan beliau memang lebih terdengar sebagai "alat zina". Membuat kami yang mendengar ceritanya jadi ikut tersenyum. Gak kebayang kalau itu terjadi saat ini. Sepertinya bakal viral. 

Alih-alih memviralkan, mbah Kung justru menunggu saat berdua untuk memberikan koreksi. Untuk menjaga martabat beliau yang memang pejabat setempat. 

"Alhamdulillah, orangnya mau dinasehati dan mau belajar. Sekarang sudah lancar baca Al-Qur'an". Begitulah mbah kung menutup ceritanya. 

Tidak mudah memang orang jaman dulu belajar membaca Al-Qur'an. Lebih butuh usaha dan waktu. Berbeda dengan generasi sekarang yang hampir semuanya dapat membaca Al-Qur'an sejak kecil. Belajarnya pun dalam waktu singkat berkat inovasi metodologi pembelajaran. Inovasi cara mudah dan cepat membaca Al-Qur'an. Hampir semua sudah lancar membaca Al-Qur'an sebelum lulus SD. 

Kini, perkembangan inovasi pembelajaran itu bukan saja bagaimana cara membacanya. Ada juga inovasi menghapal Al-Qur'an. Maka bermunculan beberapa istilah, misalnya "Menghapal Al-Qur'an Semudah Tersenyum", "Hapal Al-Qur'an dalam 8 jam", dan sebagainya. Intinya, semua menawarkan metologi yang memudahkan mampu menghapal Al-Qur'an dalam waktu yang lebih cepat. 

Bahkan, alhamdulillah belakangan juga berkembang inovasi metode cepat memahami Al-Qur'an. Metode bagaimana cara memahami bahasa Arab secara mudah dan cepat sehingga membantu untuk mengartikan kata dan memahami makna ayat Al-Qur'an. Ada yang memperkenalkan istilah "Sekejap Faham Al-Qur'an", "60 Hari Bisa Menerjemahkan Al-Qur'an", dan lain sebagainya. 

Lebih bersyukur lagi, inovasi-inovasi pembelajaran itu bukan hanya ditujukan untuk anak-anak. Memungkinkan juga dipelajari oleh orang yang lebih tua. Hasilnya bisa jadi memang tidak dapat mencapai 100%. Barangkali karena kesibukan atau faktor usia yang menyebabkan penurunan daya serap dan daya ingat. 

Akan tetapi, seperti yang dipesankan mbah kung lewat ceritanya, tidak ada kata terlambat untuk belajar Al-Qur'an. Berapapun usia kita, apapun status sosial kita tidak perlu menjadi penghalang untuk terus belajar Al-Qur'an. 

Tidak ada alasan untuk tidak belajar membacanya dengan benar. Tidak bakal terlambat untuk mulai bersungguh-sungguh menghapalnya seberapun nanti yang didapat. Tidak  perlu menunda belajar bahasa Arab, berusaha lebih mengerti arti untuk memahami maknanya. InsyaAllah akan lebih mendorong semangat untuk mengamalkan Al-Qur'an. Menjadikan Al-Qur'an sebagaimana diturunkan Allah SWT, sebagai "hudal linnaasi wabayyinaatim minal hudaa wal furqaan".

Bukankan Allah SWT telah memudahkan Al-Qur'an untuk dijadikan pelajaran dan untuk diingat?

“Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (HR. Muslim).

Depok, 17 Ramadhan 1443 H
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment