Tentang Blog

Catatan ringan hasil mengumpulkan kembali ingatan tentang perjalanan yang telah dilalui. Bukan dimaksudkan untuk memberikan panduan perjalanan, hanya sebagai testimoni betapa mengagumkan negeri yang membentang dari Sabang sampai Merauke ini.

author
Tampilkan postingan dengan label Wisata Jawa Barat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata Jawa Barat. Tampilkan semua postingan

Menghindari Horor Brexit Lewat Kawasan Pegunungan Brebes di Mudik 2016

2 comments

Mudik merupakan salah satu tradisi umat Islam Indonesia, yang nyaris menjadi sebuah "ritual" wajib menjelang lebaran. Sesulit apapun, mudik harus dilakukan. Meskipun setiap tahun pemudik selalu dihadapkan pada kemacetan yang menjadi persoalan berulang, tidak pernah menyurutkan niat pemudik untuk bisa berlebaran di kampung halaman.

Dibukanya pintu tol Brebes Timur menghadirkan harapan baru bagi para pemudik, tahun ini waktu tempuh ke beberapa kota di Jawa akan semakin pendek. Kenyataannya, alih-alih menjadi solusi kemacetan, Brexit --akronim dari Brebes Timur Exit, mendompleng popularitas istilah keluarnya Inggris dari Uni Eropa-- justru menjadi sumber kemacetan yang dialami pemudik.

Pantauan informasi media masa maupun dari media sosial mengabarkan benar-benar telah terjadi "horor" di Brexit. Kemacetan lebih dari 20 km, macet total lebih dari 24 jam yang memaksa pemudik menginap di jalan tol, bahkan kemacetan yang gagal terurai di jalur pantura selepas Brexit menjadi ujian berat bagi para pemudik. Inilah kemacetan paling buruk sepanjang sejarah mudik Indonesia.

Perlu pemilihan jalur alternatif yang tepat untuk menghindari "horor" Brexit. Terlebih lagi, ketika memutuskan untuk mudik pada hari Minggu, 2 Juli 2016 yang merupakan salah satu puncak arus mudik tahun ini. Perjalanan selepas dluhur dari Kota Depok menyusuri Tol Lingkar Luar, Tol Cikampek sampai masuk Tol Cipali relatif lancar. Meneruskan perjalanan sampai ujung Brexit bukan pilihan bijak jika tidak ingin ikut terjebak dalam kemacetan parah. Keputusan pun segera diambil: pindah ke jalur tengah atau jalur selatan tanpa melewati gerbang tol Pejagan atau Brebes.

Pilihannya, keluar gerbang Ciperna menuju ke Kota Kuningan, karena ada kakak yang tinggal di sana. Setidaknya, bisa istirahat sambil memantau perkembangan kondisi arus mudik sebelum memutuskan jalur alternatif untuk menghindari macet. Jalur dari Ciperna sampai Kuningan cukup lancar, jam 5 sore sudah sampai di rumah mbak Datik yang ternyata juga sudah bersiap untuk mudik. Setelah istirahat, buka puasa dan berdiskusi menentukan pilihan jalur mudik, pada pukul 8 malam diputuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Pilihan mudik dari Kuningan setidaknya ada 3 jalur. Pertama, lewat Luragung-Ciledug-Losari. Jalur ini ketemu juga di jalur pantura sehingga tidak dipilih karena tetap akan berhadapan dengan kemacetan, termasuk jika dari Ciledug mengambil jalur Ketanggungan menuju Purwokerto. Kedua, lewat Cikijing-Ciamis menuju jalur selatan. Sedikit memutar dan khawatir nanti akan bertemu dengan kemacetan jalur selatan. Ketiga, lewat Luragung-Banjarharjo-Salem, selanjutnya dapat memilih ke Bumiayu-Ajibarang-Purwokerto lewat jalur tengah atau ke Majenang dan menyusuri jalur selatan. Mas Agus, suami mbak Datik, sempat kontak dengan beberapa kenalan yang tinggal di Banjarharjo untuk menanyakan aksesibilitasnya. Setelah didapat kepastian informasi, tekad dibulatkan untuk menempuh jalur mudik lewat wilayah pegunungan Kabupaten Brebes menuju Purwokerto.

Jalur Luragung sampai Banjarharjo relatif sepi dengan kondisi jalan yang baik, sehingga kendaraan dapat dipacu cukup kencang. Hanya saja, tetap harus berhati-hati karena ramai dengan pemotor. Tantangan sesungguhnya baru dimulai ketika memasuki kawasan Gunung Kumbang, terlebih untuk melewati Puncak Lio di wilayah Kecamatan Salem, Brebes. Medan mendaki yang cukup terjal dan berkelok-kelok menjadi permasalahan yang dihadapi pemudik. Beberapa pemudik bersepeda motor terlihat harus turun dan mendorong motornya. Bahkan, jika kurang ancang-ancang karena jarak yang terlalu mepet dengan mobil di depannya, terpaksa mobil yang kepayahan mendaki harus didorong juga. Untungnya, medan ekstrem itu hanya bagian kecil dari jalur alternatif Kuningan-Purwokerto. Kondisi jalannya juga bagus dengan aspal hotmix yang mulus, hanya di beberapa titik tertentu yang rusak karena genangan air. Kunci melewati jalur ini adalah mobil harus dalam kondisi fit dan dikemudikan oleh driver yang berpengalaman.

Medan selanjutnya dari Salem sampai tembus ke Bumiayu, meskipun harus membelah hutan pinus di pegunungan yang juga turun-naik dan berkelok-kelok relatif lebih mudah ditempuh. Tentu saja, pemudik yang melewati jalur alternatif ini di malam hari juga dihadapkan pada kendala penerangan yang terbatas, selain sepi karena melewati medan ekstrem dan kurang dikenal pemudik. Solusi supaya tidak salah jalan, andalkan GPS: baik Global Positioning System maupun jangan pernah ragu untuk memanfaatkan fasilitas "Gunakan Penduduk Setempat" sebagai tempat bertanya. Meskipun aksesibilitasnya tidak mudah, kenyataannya sepanjang jalur ini banyak dijumpai permukiman yang menawarkan keramahan penduduk. Terlebih jika perjalanan di siang hari, selain dapat mengenal lebih dalam budaya masyarakat setempat --yang berbahasa Sunda meskipun tinggal di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah-- sepertinya juga akan disuguhi landscape deretan pegunungan dan hamparan lembah yang indah.

Setelah menempuh jalur alternatif dari Kuningan sampai Purwokerto, perjalanan selanjutnya mengikuti jalur mudik utama jalur tengah: Purwokerto-Wonosobo-Temanggung. Karena tujuan mudik tahun ini ke Kabupaten Karanganyar maka dilanjutkan ke Ambarawa-Salatiga-Boyolali-Solo.

Alhamdulillah, dengan menghindari "horor" Brexit, total perjalanan mudik dari Kota Depok sampai Kabupaten Karanganyar (lebih dari 600 km) ditempuh sekitar 19 jam. Itupun sudah sempat istirahat di Kuningan sekitar 3 jam, ditambah mampir sahur di Ambarawa dan Sholat Subuh di Tuntang, Salatiga. Perjalanan mudik berakhir di rumah ibu di Dagen, Jaten, Karanganyar sekitar pukul 7 pagi, 3 Juli 2016. Rasa lelah selama perjalanan terbayar dengan kesempatan masih bisa mencium tangan Ibu.

Perjalanan mudik, seberat apapun, akan selalu penuh makna.

#IngatanPerjalanan, 03072016
Read More

Menjadi Segar Kembali di Kolam Rendam Cipanas, Kabupaten Kuningan

Leave a Comment

Pembangunan jalan tol Cipali (Cikampek - Palimanan) yang menyambungkan ruas tol Jakarta - Cikampek dan  tol Palikanci (Palimanan - Kanci), semakin mendorong keterkaitan wilayah.  Salah satu yang menerima berkah adalah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Kabupaten yang terletak di lereng Gunung Ciremai itu dapat menjadi alternatif menghabiskan akhir pekan selain ke Puncak atau Bandung.

Lokasinya yang berada di lereng gunung menjanjikan udara yang sejuk menyegarkan. Sangat pas untuk tujuan melepas lelah dan sejenak melupakan rutinitas kerja. Terlebih lagi, Kabupaten Kuningan menawarkan beragam keindahan wisata. Sebut saja di antaranya: Gedung Linggarjati yang menjadi salah satu tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia, situs purbakala megalitikum Cipari, waduk Darma, sumur Cibulan dengan ikan dewa, dan pemandian air panas Sangkanhurip.

Jika pengin menikmati keindahan yang lebih kental dengan nuansa perdesaan, cobalah berkunjung ke kolam rendam air panas di Desa Subang, Kecamatan Subang, Kabupaten Kuningan. Diperlukan sekitar satu jam perjalanan untuk menjangkau kecamatan yang berjarak sekitar 40 km dari pusat Kabupaten Kuningan itu, ke arah Kecamatan Cikijing, Kabupaten Majalengka. Di Pertigaan selepas Waduk Darma, bersiaplah untuk berbelok ke kiri menuju Kecamatan Subang. Pemandangan di sepanjang jalan yang berkelok sungguh memanjakan mata. Lereng bukit, hamparan lembah, dan sungai berliku mencipta komposisi keindahan yang menyejukkan hati. 

Teruslah menikmati keindahan itu sampai pusat Kecamatan Subang. Jika membawa kendaraan roda 4, bisa diparkir di halaman masjid raya Kecamatan Subang. Aturan yang ditetapkan pengelola, kendaraan roda 4 tidak diijinkan menjangkau lokasi kolam rendam Cipanas. Pilihannya, naik ojek atau jika masih kuat berjalanlah, lebih menyehatkan. Hanya sekitar 1 km. Bahkan rasa lelah dalam perjalanan terbayar dengan keindahan pemandangan yang dapat dinikmati sepanjang jalan menuju kolam rendam.

Kolam rendam Cipanas Desa Subang terdiri dari 3 kolam utama dengan derajat panas yang berbeda: Kolam rendam terpanas, kolam rendam air hangat, dan kolam air hangat untuk anak-anak. Ikutilah petunjuk yang terpasang untuk kenyamanan dan keamanan. Misalnya, pada kolam yang paling panas, tidak lebih dari 30 menit setiap kali berendam. Ambil istirahat di luar kolam beberapa saat sebelum berendam kembali. Jika terlalu lama, selain membuat kulit kering juga kepala terasa pusing karena menghirup uap belerang.



Selebihnya, puaskan diri berendam di kolam rendam Cipanas untuk menghilangkan rasa pegal. Otot-otot yang tegang akan kembali rileks. Kandungan sulfur dalam kolam rendam Cipanas juga berkhasiat sebagai obat penyakit kulit alami. Pikiran dan badan pun kembali menjadi segar.

Jika ada yang disayangkan, justru bentuk kolam rendam yang kurang alami sehingga kurang menyatu dengan keindahan alam nuansa perdesaan. Bayangkan, jika dapat berendam pada kolam air hangat dengan bentuk yang lebih alami, di suatu ketinggian yang langsung berhadapan dengan hamparan lembah menghijau. Amboy indahnya.


#IngatanPerjalanan, 26122015

Photo: Dwi Wardati
Read More

Mengarungi Arus Liar Sungai Citarik, Sukabumi

Leave a Comment

Mendengar Sungai Citarik, tidak berlebihan jika ingatan langsung meloncat pada kegiatan arung jeram. Sungai yang berlokasi di Sukabumi itu merupakan sungai berbatu yang memiliki aliran sungai yang cukup deras sehingga membentuk arus air yang menantang untuk dilakukan kegiatan penelusuran sungai

Sungai Citarik bahkan sudah dikenal sampai manca negara. Atas prakarsa Asosiasi Arung Jeram Indonesia, sungai yang bermuara di Pelahuhan Ratu itu terpilih sebagai lokasi World Rafting Championship (WRC) pada tanggal 29 November - 8 Desember 2015. Tidak kurang dari 20 negara mengikuti kejuaraan arung jeram internasional itu.

Sebenarnya, jarak Sungai Citarik ke Jakarta hanya sekitar 125 km. Tetapi untuk mencapainya melewati banyak titik macet sehingga waktu tempuh bisa lebih dari 5 jam. Harus pandai-pandai memilih waktu keberangkatan untuk memastikan badan tetap bugar ketika melakukan arung jeram. Pilihannya, berangkat dini hari dari Jakarta untuk menghindari kemacetan atau menginap di lokasi yang memang tersedia di sekitar Sungai Citarik, yang dikelola oleh beberapa provider jasa arung jeram.

Sungai Citarik memiliki kategori level 3 untuk kegiatan arung jeram. Artinya, meskipun cukup menantang tapi masih aman untuk diselusuri, termasuk untuk pemula. Bahkan, bagi yang tidak bisa berenang tidak perlu khawatir. Selain dilengkapi perlengkapan standar seperti helm dan pelampung, setiap perahu akan disertai oleh pemandu yang berpengalaman melakukan manuver melewati arus yang deras dan riam yang tidak beraturan.



Sungai Citarik memiliki panjang 44 km dengan puluhan jeram yang cukup besar, sangat ideal untuk kegiatan arung jeram. Arus Liar, salah satu provider menawarkan tiga paket arung jeram: jarak 5 km dengan waktu tempuh sekitar 1 jam, jarak 9 km dengan waktu tempuh sekitar 2 jam, jarak 13 km untuk waktu 3 jam, dan terjauh 17 km yang memerlukan waktu tempuh 4 jam.

Sungguh pengalaman asyik bisa menjajal arus liar Sungai Citarik sehari sebelum kejuaraan WRC 2015 berlangsung. Beberapa tim manca negara juga melakukan pemanasan sekaligus untuk mengenal medan perlombaan. Tak jarang terlihat mereka terpaksa menggotong perahunya setelah kandas karena salah memilih jalur lintasan. Arus liar Sungai Citarik memang tidak mudah ditaklukan.

Kiri...kanan...boom!!!

#IngatanPerjalanan, 28112015
Read More
Previous PostPostingan Lama Beranda