Tentang Blog

Catatan ringan hasil mengumpulkan kembali ingatan tentang perjalanan yang telah dilalui. Bukan dimaksudkan untuk memberikan panduan perjalanan, hanya sebagai testimoni betapa mengagumkan negeri yang membentang dari Sabang sampai Merauke ini.

author
Tampilkan postingan dengan label Wisata Sumatera Utara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata Sumatera Utara. Tampilkan semua postingan

Menari Tor-Tor Bersama Boneka Sigale-gale di Pulau Samosir

Leave a Comment

Pulau Samosir di Danau Toba bukan hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga kekayaan adat dan budaya tradisional Batak Toba. Tidak lengkap kiranya mengagumi pesona Danau Toba dan Pulau Samosir tanpa mengapresiasi budaya masyarakat setempat. Jangan lewatkan kesempatan menikmati pertunjukan tari Tor-tor yang dilakukan oleh patung atau boneka kayu yang disebut Sigale-gale. Memang, saat ini boneka Sigale-gale bergerak melalui tali-tali yang dikendalikan oleh seorang dalang. Akan tetapi, menurut cerita masyarakat setempat, dulu awalnya boneka kayu setinggi sekitar 1,5 meter itu bergerak dan menari karena dimasuki arwah orang yang sudah meninggal.

Boneka Sigale-gale memang sengaja dibuat oleh para dukun adat untuk menghibur sang raja yang bersedih karena putra mahkotanya gugur dalam peperangan. Selain pahatan wajahnya yang sangat halus menyerupai wajah manusia, boneka Sigale-gale didandani dengan pakaian adat Batak lengkap dengan kain ulos tersampir di pundak. Pada saat-saat tertentu, jika terlihat raja begitu bersedih, para dukun adat akan memanggil arwah putra mahkota masuk ke dalam boneka Sigale-gale sehingga dapat bergerak dan menari. Rindu yang terobati akan menghilangkan kesedihan dan mengembalikan kegembiraan di hati raja.

Tradisi dan kepercayaan itu diikuti oleh masyarakat Batak Toba. Boneka Sigale-gale dibuat untuk mengenang keluarga yang sudah meninggal atau oleh keluarga yang mengharapkan anak laki-laki. Seiring perkembangan jaman, ritual boneka Sigale-gale bukan hanya dilakukan untuk tujuan upacara adat semata. Tarian Tor-tor boneka Sigale-gale telah menjadi kekayaan tradisi masyarakat Batak Toba yang menjadi daya tarik bagi pengunjung Pulau Samosir. Sayangnya, boneka Sigale-gale yang terpelihara dengan baik dan bisa "dihidupkan" untuk menari saat ini jumlahnya tidak banyak lagi.

Ikutlah manortor atau menari Tor-tor bersama boneka Sigale-gale. Rasakan kekaguman betapa boneka Sigale-gale mampu melenggok gemulai dengan gerakan yang detail: tangan mengayun, kepala menoleh, badan membungkuk, bahkan biji mata bergerak-gerak seakan memang hidup. Susah memang menghadirkan nuansa mistis boneka Sigale-gale yang seakan hidup kembali. Selain karena tali-tali penggerak yang sangat terlihat, musik pengiringnya saat ini juga diputar dari tape recorder, bukan lagi dimainkan langsung menggunakan alat musik tradisonal Batak. Akan tetapi, cobalah tetap meresapi kearifan lokal masyarakat Batak yang sangat menjunjung pentingnya hubungan harmonis antara orang tua dan anaknya.


Photo : Adji
#IngatanPerjalanan, 03052013
Read More

Menghadiri Penentuan Hukuman di Batu Persidangan

Leave a Comment

Perjalanan ke Pulau Samosir seakan melempar ke masa silam untuk mengenal tradisi dan budaya masyarakat Batak jaman dulu. Setelah puas mengagumi pesona Danau Toba dan Pulau Samosir, mampirlah ke Ambarita, salah satu perkampungan di Pulau Samosir. Dulunya merupakan sebuah perkampungan atau kerajaan yang didirikan oleh Raja Laga Siallagan. Jejak kerajaan Siallagan terlihat dari benteng batu yang tersusun rapi dengan ketinggian sekitar 1,5 meter berdiri kokoh mengelilingi kawasannya. Maklum, pada jaman dahulu peperangan antar kerajaan masih sering terjadi, selain sekaligus menghindarkan dari serangan hewan buas.

Masuklah lebih dalam ke perkampungan Siallagan dan lihatlah susunan kursi batu yang membentuk formasi melingkar. Itulah batu persidangan, tempat pelaksanaan persidangan untuk menentukan vonis bagi pelanggar adat dan musuh yang menyerang. Menilik dari susunan batu persidangan, sepertinya dalam menjatuhkan hukuman, sang raja mengedepankan asas musyawarah.

Alihkan pandangan ke sebuah meja batu besar berbentuk cekung tidak jauh dari batu persidangan. Seorang yang telah dijatuhi hukuman mati, selanjutnya pada hari yang telah ditetapkan akan dibaringkan dengan mata ditutup kain ulos di meja batu yang berfungsi sebagai tempat eksekusi itu.

Proses eksekusi cukup menyeramkan. Sebelumnya, dukun adat akan memeriksa apakah terpidana memiliki ilmu kebal atau tidak. Caranya, setelah semua pakaian terpidana ditanggalkan, badannya disayat dengan menggunakan pisau. Untuk memastikan, sayatan tersebut ditetesi dengan menggunakan perasan jeruk nipis. Jika tidak menjerit kesakitan, maka dukun adat akan melakukan ritual penghilang ilmu kebal. 

Setelah dieksekusi, potongan tubuh terutama jantung dan hati dibagi-bagikan kepada seluruh warga untuk dimakan. Darah yang ditampung digunakan sebagai minuman. Memakan sebagian tubuh itu untuk menegaskan kekuasaan raja, selain dipercaya dapat menambah kekuatan. Sepertinya, ungkapan "orang Batak makan manusia" berkembang dari tradisi ini.


Eksekusi menyeramkan itu dituturkan oleh seorang pemandu dengan gaya bercerita khas Batak yang sangat ekspresif. Untuk memperjelas gambaran ceritanya, pemandu juga mengajak pengunjung terlibat secara teatrikal untuk berakting memerankan pelaku-pelaku di setiap proses eksekusi. Jangan segan-segan untuk berpartisipasi dalam pertunjukan. Selain menambah kemampuan mengapresiasi warisan tradisi tersebut, dengan memerankan langsung cerita itu justru dapat mengurangi kesan eksekusi yang menyeramkan.

Photo : Adji
#IngatanPerjalanan, 03052013
Read More

Mengagumi Pesona Danau Toba dan Pulau Samosir di Sumatera Utara

1 comment

Mustahil jika belum pernah mendengar tentang Danau Toba, danau terbesar di Indonesia bahkan se-Asia Tenggara. Danau Toba merupakan danau vulkanik. Artinya, danau itu terbentuk dari peristiwa letusan gunung berapi. Begitu dahsyat letusan tersebut sehingga membentuk kawah yang sangat luas. Seiring dengan berjalannya waktu, kawah itu lambat laun dipenuhi air menjadi sebuah danau.

Danau seluas lebih dari 1000 kilometer persegi tersebut dapat dikunjungi dengan menempuh perjalanan dari Kota Medan ke Parapat, Kabupaten Simalungun. Dibutuhkan waktu sekitar 4 jam menggunakan kendaraan yang melaju di jalan yang cukup bagus. Jika dibangun jalan tol Medan-Parapat atau terlebih dibangun bandara yang berlokasi lebih dekat, akses ke Danau Toba akan lebih terbuka.

Parapat yang berudara sejuk memang tempat yang tepat untuk mengagumi keindahan Danau Toba. Sejauh mata memandang akan dimanjakan dengan panorama danau luas seakan tak bertepi yang dikelilingi deretan bukit menghijau. Di tengah danau, terlihat Pulau Samosir yang menambah pesona keindahan Danau Toba. 

Tentu tidak cukup sekadar menikmati keindahan panorama Danau Toba dari Parapat. Datangilah Pelabuhan Ajibata, dan mulailah berlayar menjelajahi keindahan Danau Toba. Sembari menikmati keindahannya, lepaskan sejenak nalar ilmiah untuk mendengarkan legenda terbentuknya Danau Toba yang dituturkan pemandu perjalanan. Ada pula cerita rakyat tentang batu gantung di tebing salah satu sisi Danau Toba yang terbentuk dari wujud seorang gadis yang terhimpit batu yang semakin merapat. Konon, dari situlah asal-usul nama Parapat.



Menyeberanglah ke Pulau Samosir untuk mengapresiasi budaya masyarakat Batak yang tinggal di pulau yang berada di tengah-tengah Danau Toba tersebut. Biasanya, perahu akan bersandar di pelabuhan Tomok. Aneka kerajinan masyarakat dapat dibeli di toko-toko cindera mata di desa wisata ini. Jika pengin membeli sesuatu yang khas, tentu saja kain ulos Batak yang harus menjadi pilihan. 

Nuansa alami Pulau Samosir juga memberikan tantangan bagi kegiatan penjelajahan alam. Setidaknya, dua air terjun dan dua danau dapat menjadi tujuan. Bayangkan keberadaan danau yang berada di sebuah pulau yang juga dikelilingi danau. Menjelajahi keindahan danau Toba dan Pulau Samosir memang tidak cukup waktu hanya sehari. Jangan khawatir, di Pulau Samosir juga mudah ditemukan penginapan dengan keramahan khas penduduk Batak Toba.


Sayangnya, jika memiliki waktu terbatas kegiatan penjelajahan itu sulit dilakukan. Meskipun demikian, seberapapun waktu yang tersedia, jangan lewatkan untuk menyeberang ke Pulau Samosir untuk mengenal budaya masyarakat setempat. Setidaknya, sempatkan untuk menari Tor-tor bersama boneka Sigale-gale dan menghadiri vonis di batu persidangan.

#IngatanPerjalanan, 03052013
Photo : Adji
Read More
Previous PostPostingan Lama Beranda