Semua akan covid pada waktunya. Begitulah yang diungkapkan seorang teman di sebuah group medsos. Tentu saja ini bukan harapan. Apalagi doa. Sekadar satire melihat tingkat disiplin masyarakat terhadap protokol kesehatan yang rendah.
Qadarullah...datang juga waktunya bagi saya untuk terpapar covid-19. Meskipun sekuat tenaga berusaha menerapkan protokol kesehatan, akhirnya terpapar juga oleh virus yang telah membuat heboh umat manusia sejagat ini.
Awal Mula Terpapar
Sebenarnya gak yakin juga dari mana awal mula terpapar covid-19. Bisa jadi interaksi di tempat kerja, dengan teman yang belakangan memang hasil swab PCR-nya positif. Interaksi itu memang terjadi tidak sepenuhnya mematuhi kaidah jarak dan ventilasi di masa pandemi. Memang tidak terlalu lama. Kami bepergian menggunakan mobil dengan jendela yang tertutup karena mengaktifkan AC. Meskipun saat itu kami senantiasa memakai masker.
Pada saat interaksi itu kondisi badan juga sedang kurang fit karena semalam kurang tidur. Sudah begitu, hari ini malah telat makan siang. Barulah setelah selesai aktifitas, makan siang mundur sampai menjelang ashar.
Secara kebetulan juga, dalam seminggu ini untuk kedua kalinya saya tidak membawa bekal dan makan di warung makan. Padahal sudah berbulan-bulan sejak pandemi selalu membawa bekal dari rumah dan makan siang di meja kerja. Lebih merasa nyaman. Dan bisa menjaga agar tidak telat makan siang. Hari ini, kembali saya membuka masker di tempat umum. Tentu sambil ngobrol ketika makan.
Lucunya, belakangan saya tahu jika mobil yang kami pakai saat itu sebelumnya dipakai oleh teman lain yang beberapa hari lalu sudah terkonfirmasi positif. Lengkap sudah risiko keterpaparan covid-19.
Barangkali memang kombinasi hal-hal di atas yang menjadi awal terpapar covid-19. Interaksi, protokol kesehatan, dan stamina. Entah yang mana yang jadi pintu masuk virus ke tubuh. Pergerakan virus ini memang tidak terlihat. Sulit untuk memastikan dari mana awal mula terpapar covid-19. Nyatanya, teman lain yang saat itu juga semobil hasil swab PCR-nya negatif dan tidak merasakan gejala sama sekali.
Jangan Abaikan Gejala
Tanggal 25/12/20 saya melakukan swab PCR. Tracking karena ada teman di kantor yang terkonfirmasi positif. Hasilnya negatif covid-19.
Akan tetapi, tanggal 27/12/20 saya justru mulai merasakan demam, nyeri otot, dan iritasi mata. Mirip seperti gejala masuk angin. Awalnya gak menduga jika ini gejala covid-19. Seperti biasanya minta dipijat istri. Setelahnya, dibalur minyak gosok kemudian tidur berselimut.
Ketika bangun memang terasa lebih enteng. Tetapi justru muncul kekhawatiran setelah mendapat kabar jika salah satu teman kantor yang semobil dan sama-sama swab PCR tanggal 25/12/20 terkonfirmasi positif covid-19. Malamnya langsung ambil keputusan untuk isolasi sendiri di kamar. Masker juga dipakai ketika harus berinteraksi dengan keluarga. Dan minta untuk dilakukan swab PCR lagi.
Benar juga. Hasil tes swab tanggal 30/12/20 saya positif covid-19. Setelah lebih dari sepuluh kali melakukan tes, akhirnya saya terpapar juga. Terlambat sehari menyadari hal inilah barangkali yang menjadi sebab istri saya turut terpapar. Setelah sebelumnya hasil swab antigen hasilnya reaktif, tes swab PCR istri tanggal 2/1/2021 hasilnya juga positif.
Oh ya, pada saat swab tanggal 30/12/20 itu gejala yang saya alami justru sudah menurun. Bahkan bisa dikatakan sudah tidak ada gejala lagi. Begitu mencurigai jika sedang terpapar covid-19, selain paracetamol untuk menurunkan demam saya juga minum banyak suplemen. Vitamin C, madu, habatussaudah, dan minum godogan jahe, sereh, kayu manis mulai rutin saya konsumsi.
Sebenarnya, bisa saja saya mengabaikan dan tidak melakukan swab PCR. Sekadar menganggapnya sebagai masuk angin biasa. Toh tes PCR tanggal 25/12/20 hasilnya negatif. Lagipula gejala demam dan nyeri otot ini hanya terjadi 3 hari. Terlebih gejala yang dialami istri saya yang jauh lebih ringan. Hanya sakit kepala dan rasa tidak nyaman dihidung seperti mau pilek. Itu pun dialami hanya sehari (31/12/2020). Sangat bisa mengabaikannya.
Akan tetapi kesadaran akan pendemi covid-19 ini mendorong saya untuk melakukan swab ulang. Juga untuk keluarga saya yang pasti berkontak erat. Dan ternyata istri yang hanya memiliki gejala lebih ringan hasilnya juga positif.
Bayangkan potensi penularan yang bisa terjadi jika kami mengabaikan gejala itu. Berapa banyak orang yang akan berkontak ketika saya masih pergi ke kantor, ke masjid, atau ke area publik lainnya. Beruntung, saya sendiri sudah membatasi melakukan kegiatan di luar rumah sejak 26/12/2020. Begitulah yang biasa saya lakukan ketika menunggu hasil beberapa kali tes swab PCR. Termasuk setelah swab tanggal 25/12/2020 dan swab-swab sebelumnya.
Bagi yang bergejala ringan seperti kami, terpapar covid-19 bisa dikatakan tidak terlalu mengkhawatirkan. Gejala covid-19 memang beragam. Umumnya demam, nyeri otot, sakit kepala, batuk, hilang indera perasa dan penciuman, hingga terjadi sesak nafas. Masing-masing orang bisa muncul gejala yang berbeda-beda dengan tingkat keparahan yang juga berbeda-beda pula.
Beberapa orang, yang biasanya memiliki komorbid atau riwayat sakit penyerta memang bisa bergejala lebih serius. Bahkan hingga terjadi gangguan pernapasan yang perlu dibantu ventilator. Perlu penanganan dokter di RS secara lebih intensif. Data juga mencatat ribuan orang yang tidak tertolong setelah terpapar covid-19.
Bagi yang bergejala ringan, kondisinya tampak seperti orang yang sehat saja. Akan tetapi, karena sudah terpapar covid-19 justru berpotensi menyakiti orang-orang di sekitar. Virus ini begitu mudah menyebar dan menular. Itulah kenapa harus ada kesadaran jika terkonfirmasi positif covid-19 atau melakukan kontak erat dengan orang yang positif covid-19 perlu untuk isolasi. Agar dampak penyebarannya semakin terkendali.
Abai terhadap gejala ringan memang berpotensi menyebarkan covid-19. Yang lebih susah memang jika ada yang terpapar akan tetapi tanpa gejala sama sekali. Tidak menyadari jika dapat menyebarkan covid-19. Mungkin juga ini salah satu yang menyebabkan penyebaran covid-19 tidak mudah diatasi.
Bagi kami, gejala ringan yang kami alami membuat lebih peduli. Kami punya potensi menyakiti orang lain jika tidak melakukan isolasi. Meskipun tidak merasakan sakit, kami melakukan isolasi agar tidak menularkan virus ini ke orang lain. Agar tidak menyakiti orang lain.
Hikmah yang lain, dari terpapar covid-19 yang menimbulkan gejala ringan ini kami bisa lebih bersyukur masih diberi nikmat sehat. Semoga tidak ada komorbid. Sebuah kondisi yang perlu dijaga. Jika selama ini tidak begitu perhatian terhadap pola hidup sehat, sudah seharusnya ke depan lebih serius memperhatikanya.
Isolasi di Mana?
Isolasi. inilah yang harus kami lakukan ketika terpapar covid-19 dan hanya bergejala ringan atau tanpa gejala. Kondisi terpapar covid-19 yang tidak memerlukan perawatan di RS. Tujuannya untuk pengendalian agar virus ini tidak semakin menyebar. Bagaimanapun, di tubuh kami telah berkembang biak virus yang menular dan bagi beberapa orang yang tertular bisa berakibat lebih serius.
Awalnya saya isolasi di rumah saja. Meskipun menempati kamar terpisah yang memiliki toilet sendiri, saya tetap merasa kurang nyaman. Tidak bisa sepenuhnya menghindari interaksi dengan keluarga. Kegiatan berjemur misalnya, perlu melintas ruang keluarga untuk mencapai pintu ke luar. Ada anak-anak kami yang perlu dijaga agar tidak terpapar.
Oleh karena itu, difasilitasi pengurus RT dan Satgas Covid-19 RW, saya menghubungi Puskesmas agar diberikan rujukan untuk isolasi di Wisma Makara UI. Ya, di sini memang disediakan sebagai tempat isolasi bagi warga Depok yang terpapar covid-19 dengan gejala ringan atau tanpa gejala.
Tentu ada persyaratannya. Pertama, memang terpapar covid-19 yang dibuktikan dengan hasil positif pada tes swab PCR. Meskipun terkonfirmasi positif, yang bersangkutan harus dalam kondisi tidak mempunyai gejala yang perlu perawatan di RS. Kedua, mendapat rujukan dari Puskesmas dimana yang bersangkutan berdomisili. Ketiga, di Wisma Makara UI sedang tersedia kamar. Memang tidak bisa dipastikan pasti tersedia. Jika ada yang selesai isolasi, warga lain segera masuk menggantikan. Silih berganti antara yang selesai dan mulai isolasi.
Alhamdulillah, proses pengurusan rujukan dari Puskesmas Rangkapan Jaya Baru, Depok sangat lancar. Sehari sudah saya dapatkan. Kebetulan hari itu di Wisma Makara UI juga sedang tersedia kamar. Bahkan ketika 3 hari kemudian istri menyusul ke Wisma Makara UI, kami dapat tinggal sekamar. Saya jadi punya jawaban yang pas ketika ada saudara, tetangga, atau teman yang menanyakan kabar:
"Alhamdulillah....saat ini kami sedang honeymoon".
Selain pertimbangan mengurangi risiko keterpaparan ke anak-anak kami, sengaja memilih isolasi di Wisma Makara UI karena setiap hari tersedia pemeriksaan kesehatan secara rutin. Bagaimanapun, mengingat usia yang sudah melebihi setengah abad ini ada kekhawatiran jika tiba-tiba gejala makin berat. Beberapa kejadian menunjukkan betapa tak terduga dampak terpapar covid-19. Ada yang semula bergejala ringan, tiba-tiba berubah menjadi berat. Bahkan perlu perawatan intensif di RS.
Alhamdulillah, selama isolasi di Wisma Makara UI tidak ada gejala yang mengkhawatirkan. Hanya tiga kali suhu tubuh naik lebih dari 37,5⁰C. Akan tetapi segera turun setelah minum paracetamol dan istirahat cukup. Saturasi oksigen juga tidak pernah di bawah 97%. Selama isolasi ini berbagai vitamin, madu, probiotik, habatussaudah, dan bubuk kayu India (qustul hindi) rutin saya konsumsi sebagai bagian ikhtiar penyembuhan.
Oh ya, kalau banyak yang mengalami gejala kehilangan indera perasa, saya beda. Setiap kali makan, beberapa hari saya malah merasa masakan yang disajikan terlalu asin. Untunglah tidak sampai mengganggu selera makan. Indera penciuman juga masih berfungsi dengan baik tanpa gangguan.
Selebihnya, saya menjalani isolasi dengan nyaman. Selain pemeriksaan kesehatan, setiap hari juga disediakan 3 kali makan dan snack. Ada juga fasilitas laundry 3 kali seminggu yang menambah kenyamanan bagi yang sedang isolasi. Sangat lengkap fasilitas yang disediakan selama isolasi di Wisma Makara UI. Bisa fokus untuk mengembalikan stamina dan mental yang drop.
Senam kebugaran dijadwal 3 kali seminggu untuk mempercepat pemulihan stamina. Seru juga. Kami melakukan senam di koridor lantai 2, 3, dan 4 mengikuti gerakan instruktur yang berada di taman lantai dasar.
Kamar yang disediakan di Wisma Makara UI memang hanya yang di lantai 2, 3, dan 4. Kami tidak diperbolehkan turun ke lantai dasar. Setiap lantai ada 20 kamar yang masing-masing dapat ditempati 2 orang. Berarti kapasitas total jadi 120 orang tamu. Begitu manajemen Wisma Makara UI menyebut kami yang sedang isolasi. Kami memang bukan pasien karena di sini memang bukan RS. Setiap hari silih berganti, ada yang keluar karena selesai isolasi ada juga yang masuk untuk memulai isolasi. Puskesmas hanya akan memberikan rujukan jika di Wisma Makara UI memang sedang tersedia kamar.
Selesai Isolasi: Apakah kami sudah sehat kembali?
Tata laksana isolasi diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan KMK.HK.01.7/MENKES/No. 413/2020. Bagi yang terpapar covid-19 dengan gejala ringan, berdasar beberapa riset terpercaya dapat dinyatakan sehat kembali setelah menjalani isolasi selama 10 hari. Jika masih ada gejala ringan, isolasi akan ditambah 3 hari untuk memastikannya.
Itulah kenapa pada 12/1/2021, berdasar catatan pemeriksaan kesehatan rutin, kami dinyatakan selesai isolasi. Tidak ada keluhan dan gejala covid-19 yang kami alami lagi.
Sebenarnya saya sudah dapat mengakhiri isolasi dan dinyatakan sehat pada 9/1/2021. Akan tetapi karena istri yang tes swab belakangan menyusul isolasi di Wisma Makara UI, saya minta ijin dokter penanggung jawab agar dapat menemani hingga jadwal istri selesai isolasi.
Kebijakan menyelesaikan isolasi tanpa tes swab memang bisa menimbulkan tanya. Benarkah sudah tidak ada virus corona di tubuh kami? Hasil penelitian yang dirujuk WHO dan Kementerian Kesehatan memang menemukan keterbatasan hasil tes swab PCR sebagai penentu selesai isolasi. Tes swab PCR dengan hasil positif tidak selalu menandakan virus Corona masih aktif. Bisa saja tes PCR tersebut mendeteksi virus yang sudah mati, karena sistem kekebalan tubuh sudah mampu mengendalikannya. Materi virus bahkan yang sudah mati dan tidak memiliki kemampuan menular itu masih dapat terdeteksi bahkan hingga 3 bulan setelah terinveksi. Artinya, selama itu hasil tes swab PCR akan tetap positif.
Padahal antibodi atau kekebalan tubuh terhadap virus Corona biasanya terbentuk dalam 5–10 hari setelah terinfeksi. Ini artinya, risiko penularan dari pasien yang sudah selesai menjalani isolasi selama minimal 10 hari akan sangat kecil. Meskipun hasil tes PCR-nya masih positif. Itulah mengapa ditetapkan kebijakan selesai isolasi tanpa perlu tes swab PCR setelahnya.
Oh ya, saya sendiri meskipun sudah menjalani isolasi dan mendapat surat keterangan selesai isolasi dari dokter penanggung jawab isolasi, tetap melalukan tes swab PCR. Kebijakan di tempat kerja masih mensyaratkan dua kali hasil tes swab PCR negatif untuk kembali beraktifitas di kantor. Saya berusaha santai saja setelah hari ke-15 memaksakan tes dan hasilnya masih positif. Tidak terburu-buru melakukan tes swab PCR lagi. Toh sekarang memang sedang lebih banyak work from home. Barulah pada hari ke-29 saya mendapatkan hasil tes PCR negatif yang kedua.
Sejatinya bagi penyintas atau orang yang pernah terpapar covid-19 di tubuhnya telah terbentuk antibodi sebagai respon melawan keberadaan virus. Selain mengurangi risiko terpapar ulang, keberadaan antibodi itu juga bermanfaat bagi penderita covid-19 lain yang memiliki gejala berat.
Inilah "harta" berharga yang dimiliki para penyintas. Sayangnya sampai 3 bulan setelah dinyatakan negatif saya belum dapat melakukan donor plasma konvalesen. Meskipun sudah mendaftar di aplikasi Akdoplak maupun PMI Kota Depok, belum ada kesempatan untuk menjadi pendonor plasma konvalesen.
Sayang memang tidak dapat memberikan manfaat lebih sebagai seorang penyintas covid-19.
Semoga kita semua tetap sehat dan pandemi ini segera berlalu.
Sehat selalu pak haji,terimakasih info pengalamanya...semogga kita semua sll dalam lindungan Allah swt.Aamiin
ReplyDeleteAamiin...
DeleteMatur suwun mas Arbain
ReplyDeleteSami-sami... Mugi sedoyo tansah sehat
ReplyDelete