ARAFAH: KESADARAN ATAS KETIDAKBERDAYAAN MAKHLUK DI HADAPAN SANG KHALIK

Leave a Comment


... Kami melaksanakan prosesi Arafah dengan khusyuk di tenda Maktab 39. Meskipun dilengkapi dengan kipas angin yang disertai semprotan air, panas udara dari luar yang menembus atap tenda membuat keringat bercucuran. Akan tetapi ternyata hari ini bukan hanya keringat yang menetes. Inilah momentum dimana air mata banyak tertumpah.

Dimulai setelah memasuki waktu dluhur, ustadz Ali Fikri, pembimbing utama KBIH UQ mulai menyampaikan khotbah Arafah. Khotbah yang tidak terlalu panjang. Ajakan bersyukur telah berada di Arafah sebagaimana Rasulullah SAW, para sahabat, dan shalafus shalih juga pernah berada di sini sebagai ketaatan atas perintah Allah SWT. Ajakan mensyukuri kesempatan berhaji yang bisa jadi merupakan perjalanan sekali seumur hidup.

Khotbah yang disampaikan oleh Ustadz Ali datar-datar saja. Tanpa intonasi yang meledak-ledak. Akan tetapi, di sini, ketika wukuf di Padang Arafah ini, begitu mudah harapan dan ketakutan berpadu melelehkan air mata. Doa yang dipanjatkan ustadz Ali di akhir khotbah membuat air mata semakin menderai. Lantunan doa kadang tertutup oleh suara isak tangis jamaah.

Selesai khotbah, kami melaksanakan shalat jama' qashar Dluhur dan Ashr dengan dua iqamat. Iqomat pertama untuk shalat Dluhur, dan iqamat kedua sebelum shalat Ashr. Begitulah tata cara melaksanakan shalat Dluhur dan shalat Ashr ketika wukuf di padang Arafah.

Isak tangis kembali memenuhi tenda ketika ustadz Ali Fikri memimpin muhasabah setelah menyelesaikan shalat jama' Dluhur dan Ashr. Ajakan untuk mawas diri atas segala kekurangan, kesalahan, dan dosa yang melekat pada diri sendiri, pasangan hidup, orang tua, maupun anak-anak menjadikan diri ini semakin lemah dihadapan-Nya. Sepertinya ustadz Ali sengaja menyiapkan kami agar ketika berdoa di luar tenda sore nanti benar-benar dalam kesadaran akan kelemahan seorang hamba yang mengadu pada Sang Khalik yang Maha Kuasa. Kesadaran akan kehinaan seorang hamba dihadapan Allah yang Maha Mulia. Kesadaran betapa banyak dosa diri ini dihadapan Allah yang maha Pengampun.

Puncak pelaksanaan Arafah adalah ketika matahari sudah tergelincir ke ufuk. Kami keluar dari tenda untuk berdoa dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat. Inilah saat yang mustajab. Jika sebelumnya dari mulai khotbah, shalat berjamaah, hingga muhasabah dibimbing oleh Ustadz Ali, kini kami lakukan secara pribadi.

Inilah saatnya masing-masing diri ini menghadap kepada yang Maha Kuasa. Memohon ampunan-Nya. Menumpahkan seluruh hajat. Kami tak malu berdoa sambil terisak. Bahkan kadang tak kuasa membendung suara tangisan. Kami tak peduli dengan keberadaan jamaah lain. Di tengah keramaian Arafah, seakan hanya ada diri ini dan Allah SWT.

Ya Allah, bukankah tiada hari yang Engkau memberikan ampunan yang melebihi hari ini? Tiada hari yang Engkau memberikan kebebasan dari neraka yang melebihi Arafah? Maka janganlah Engkau biarkan hamba meninggalkan Arafah dengan masih berlumuran dosa. Ampunilah dosa hamba, dosa kedua orang tua hamba, dosa istri hamba, dosa anak-anak hamba, dosa saudara-saudara hamba, dan dosa seluruh kaum muslimin dan muslimat, dosa kaum mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah mendahului menghadap kepada-Mu.

Laa ilaaha ilallah wahdahu laa syarikalahu lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'alaa kulli syai in qadiir.

Allahumma anta rabbii laa ilaaha illa anta khalaqtanii wa anaa ‘abduka wa anaa ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mas tatha’tu a’uudzu bika min syarri ma shana’tu abuu-u laka bi ni’matika ‘alayya wa abuu-u bi dzanbii faghfir lii fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta.

Memoar Arafah 1439 H, dikutip dari buku UNFORGETTABLE HAJJ: Pengalaman Ringan Dilupakan Jangan

http://bit.ly/order_UNFORGETTABLEHAJJ

Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment