Tidak banyak yang menyadari, begitu besar jasa Nagari Bidar Alam terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Nagari yang terlerak di Kecamatan Sangir Jujuan, Kabupaten Solok Selatan itu pernah menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia. Letaknya sekitar 25 km dari Padang Aro yang saat ini menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Solok Selatan, menyusuri jalan yang berliku ke arah Kabupaten Dharmasraya. Istilah nagari merupakan kelembagaan pemerintahan berdasar kearifan lokal masyarakat Minang, setara dengan kelurahan dan desa.
Simak peran pentingnya berikut ini. Melalui agresi II, Belanda berhasil menawan Soekarno, Hatta, dan tokoh lainnya serta mengumumkan bubarnya Republik Indonesia. Dalam situasi darurat tersebut, berdasar konsep yang telah disiapkan Pemerintah dan kesepakatan tokoh-tokoh yang berkumpul di Sumatera, dibentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Di bawah kepemimpinan Mr. Sjafruddin Prawiranegara, PDRI menjalankan pemerintahan secara bergerilya untuk menyelematkan dan menjaga kedaulatan RI yang baru saja mendeklarasikan kemerdekaan.
Meskipun harus berpindah-pindah bahkan masuk rimba, Mr. Sjafruddin menegaskan: "Kami meskipun dalam rimba, masih tetap di wilayah RI, karena itu kami pemerintah yang sah".
Sebuah jawaban telak untuk menolak klaim Belanda yang menyatakan RI telah bubar.
Lebih dari 3 bulan, waktu terlama dari periode PDRI (Desember 1948 - Juli 1949) Mr. Sjafruddin tinggal dan memimpin sidang-sidang kabinet PDRI di Nagari Bidar Alam. Pemilihan Nagari Bidar Alam sebagai basis perlawanan kepada Belanda bukan tanpa alasan. Masyarakat Bidar Alam seluruhnya adalah anggota Masyumi, yang sangat militan melawan penjajahan Belanda dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Di Nagari Bidar Alam, dengan dukungan seluruh masyarakat, Mr. Sjafruddin yang menjadi musuh nomor satu penjajah Belanda, mendapat jaminan keamanan sepenuhnya.
Tugu peringatan dan rumah Jama menjadi saksi Nagari Bidar Alam pernah menjadi pusat pemerintahan untuk menjaga eksistensi kemerdekaan RI. Sayang, kondisi tugu peringatan maupun rumah Jama terlihat kurang terawat, sebagaimana kurangnya perhatian terhadap peran PDRI dan Nagari Bidar Alam dalam menjaga kedaulatan NKRI.
Kini, menjelang peringatan 73 tahun Indonesia Merdeka, sudah seharusnya untuk menaruh perhatian pada Nagari Bidar Alam. Saatnya menjalankan nasehat Bung Karno: jas merah atau jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Bukankah bangsa yang besar adalah yang bisa menghargai jasa para pahlawan?
#ingatanperjalanan, 24052018
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteUntuk pakar pakar sejarah indonesia,,kok bisa lupa sejarah besar kemerdekaan indonesia di nagari/desa kami bidar alam terlupakan dan tak terespose selama ini pejuangan mr.syaprudin prawira negara sebagai pucuk pimpinan kemerdekaan indonesia
ReplyDelete